play it

Minggu, 01 Januari 2012

bagian 1 - it's raining all day

Ada sebuah rumah yang sepi, aneh, karena malam itu adalah malam pengujung tahun, ya saat itu tanggal 31 desember 2011. Diantara cahaya kemerlap karena petasan yang menyala bergantian, terompet yang dibunyikan oleh bocah-bocah kampung menjadikan malam bising dengan sedikit bernada bila mendengarkan dengan hati yang riang, suara tawa dan canda keluarga yang berkumpul dan membakar jagung atau daging yang telah disiapkan terlebih dahulu, rumah itu terlihat seperti rumah yang ditinggal oleh penguhinya.

"Bzzt, bzzzt." Suara getar ponsel terdengar karena adanya gesekan antara ponsel dan meja kayu. Tidak jauh dari ponsel itu, seorang pemuda sedang berbaring terlentang menutup matanya diatas sebuah kasur yang terbuat dari buah kapuk yang dipadatkan.

"Siapa yang sms malam-malam begini?" gumam pemuda tersebut sambil mengambil ponselnya. Di layar ponsel tersebut tertulis nama Arestu yang mengartikan SMS yang dia dapat adalah dari Arestu. Pemuda itu lalu membaca isi pesan yang cukup singkat. "Hei Aji, malam taun baruan kemana nih?" Ya, pemuda itu memiliki nama Aji, dan Arestu adalah teman Aji saat dia masih SMP - Sedikit tentang Aji, dia sekarang berusia 17 tahun dan telah meneruskan sekolahnya ke sebuah universitas terkenal di Indonesia setelah dia berhasil lulus dengan nilai yang cukup memuaskan - . "Ya kayak yang lu gatau aja Res, gua coba buat tidur." Begitulah jawaban dari Aji. Kemudian dia menyimpan kembali ponselnya, dan membantingkan diri ke tempat tidur.

Kamarnya sudah gelap dan sedikit sunyi sampai-sampai detikan jam pun terdengar dan suara kembang api yang terjadi karena disipasi energi kimia ke cahaya juga terkadang sampai ke dalam kamar Aji. Jam telah menunjukkan pukul 22.32, keadaan di luar sana sudah semakin ramai namun Aji semakin merasa mengantuk. Sedikit demi sedikit matanya pun mulai tertutup dan tangan Aji secara refleks mengambil selimut tebal yang selalu dia pakai jika akan tidur. Namun suasana senyap dan mengantuk itu buyar karena ponsel Aji kembali bergetar. Dengan malas-malasan Aji kembali melihat ponselnya dan ternyata terdapat sebuah SMS lagi dari Arestu yang isinya, "Temenin gua dong, bete nih cuma di rumah kumpul keluarga doang." Sebenarnya Aji sangat malas untuk membalasnya, tetapi rasa kantuknya juga sudah hilang karena terganggu dengan SMS Arestu tadi. "Elu enak kumpl keluarga, lah gue? keluarga aja ga ada di rumah." kemudian perbincangan melalui SMS pun terjadi.

"Emang pada kemana keluarga lu ji?" tanya Arestu.
"Entahlah, katanya tadi ke rumah nenek."
"Lu ga kesana aja?"
"Udah, pas kesana rumahnya di kunci, pada pergi taun baruan kali."
"Terus, kenapa ga bareng cewelu aja ji?"
"Ga punya cewe gue res."
"Lu mah dingin si, cuek banget sama sekitar lu, ga berubah dari dulu."
"Ya, kayak lu udah dapet cowo aja."
"Ah, serba salah gue kalo ngomong sama elu masalah ginian, ya udah, selamat tahun baru 2012 ya, semoga kedepannya lebih baik dan dapet jodoh hihi."
"Iya, selamat tahun baru juga."

Akhirnya perbincangan pun selesai, tetapi Aji masih terbayang apa yang dikatakan Arestu mengenai sikapnya yang cuek. Dia pun tidak dapat tidur dan memutuskan untuk membuat secangkir teh panas. "Berada dalam rumah sendirian bukan berarti kau bebas untuk melakukan apa saja yang kau inginkan," gumam Aji sambil meneguk sedikit demi sedikit teh manis panas yang dia buat. Malam semakin larut program televisi tidak ada yang menarik menurut Aji saat itu, dan dia pun sama sekali tidak mempunyai niat untuk setidaknya melihat kembang api dari ters rumahnya. Dia kembali berjalan menuju kamarnya dan memejamkan mata di bawah selimut hangat miliknya.

Hari pun telah berganti, sekarang tanggal 1 januari 2012, hari pertama dalam tahun ini dan hari itu ditutupi dengan hujan yang sudah turun sejak dini hari. Aji terbangun pada pukul 7.30, ketika dia membuka ponselnya ternyata ada sebuah pesan dari ayahnya yang menyatakan bahwa dia dan semua keluarga sekarang sedang berada di rumah paman. Tanpa berpikir apa-apa Aji lantas bangun dan mencuci mukanya. Dia teringat akan ucapan ibunya yang tidak akan memasak karena dia kira semua anggota keluarga akan keluar rumah. Karena diluar hujan sedang turun dengan senang dan derasnya maka Aji memutuskan untuk tidak keluar dan membeli beberapa makan siap saji untuk sarapannya. Dia melihat dapur, ya mungkin saja ada sesuatu yang bisa di masak. Sayangnya di dapur hanya tersisa nasi dan satu buah telur saja. Aji tidak mengeluh atau bersenang hati, dia hanya mengambil nasi dan telur tersebut dan memulai membuat nasi goreng seadanya.

Ponsel Aji kembali bergetar, kali ini bergetar sedikit lebih lama dan terdengar samar-samar suara ringtone yang dilahap oleh suara rintik hujan. Ternyata yang menelepon Aji adalah ayahnya, segera saja Aji mengangkat teleponnya.
"Ya, yah ada apa?" tanya Aji.
"Kamu ga kerumah paman Hari?" jawab seseorang disana dengan suara yang membass layaknya bapak-bapak pada kebanyakan orang.
"Egk ah."
"Padahal teh Nia mau ngeliat kamu."
"Hmm, ya udah entar Aji kesana kalau udah ga ujan."
Pembicaraan pun selesai. Aji melihat keluar rumah dan berpikir kalau hujan tidak akan berhenti cepat. Aji kembali menyantap sarapannya yang tadi sempat tertunda karena telepon dari ayahnya.

Jam sudah menunjukkan pukul 11.00 tapi hujan belum juga berhenti. Karena Aji takut mengecewakan ayahnya maka dia memutuskan untuk pergi walaupun masih hujan. Dia pergi menggunakan angkutan umum karena dia tidak mau hujan-hujanan mengendarai motor pemberian ayahnya. Sepanjang perjalanan Aji hanya duduk sambil mendengarkan lantunan lagu-lagu dari ponsel miliknya menggunakan handsfree atau headset yang terkait pada daun telinganya. Dia tidak mendengar suara lain disekitar dirinya, bersikap tenang dan tampak tidak peduli sangat terlihat pada tingkah laku Aji selama dia berada di dalam angkutan umum tersebut.

Setelah turun dari angkutan umum Aji masih harus berjalan untuk sampai menuju rumah pamannya. Banyak orang lalu lalang menggunakan kebaya dan batik, berjalan di bawah payung mereka masing-masing. Janur kuning pun terpasang di pinggir jalan menuju rumah paman Hari. Aji tidak tahu dan tidak mau tahu siapa yang sedang mengadakan acara nikahan itu, yang dia inginkan adalah menemui ayahnya, keluarganya, pamannya, dan teh Nia yang katanya ingin bertemu dengannya lalu pulang kembali.

Alangkah kagetnya Aji ketika mendekati rumah pamnnya itu. Dia melihat sebuah panggung yang dihias di halaman pekarangan milik pamannya. Hujan masih terus turun walau sekarang hanya tinggal serpihan-serpihan mirip debu saja yang berjatuhan. Aji terdiam sesaat, dia berpikir siapa yang menikah, yang pasti dari keluarga paman dan sepertinya ka Wandi karena dia anak pertama keluarga tersebut. Kemudian Aji kembali berjalan dan masuk rumah pamannya melalui pintu belakang, di sana sudah berkumpul semua keuarga Aji. "Pantas saja semua pergi kemarin, dan setahu gua keluarga ini ga pernah ngerayain taun baruan di luar, ternyata anak paman Hari nikah, dan gua ga tahu," batin Aji. Setelah salaman dengan semua keluarga termasuk keluarga paman, Aji diantar kakaknya yang sudah daritadi menunggunya untuk bersalaman dengan sang pengantin.

Di pelaminan Aji tidak mengenali wajah membelai prianya. Saat melihat ke membelai wanitanya Aji pun merasa agak asing dengan wajah tersebut. Akan tetapi, Aji sadar kalau itu teh Nia. Dia tampak asing karena riasan pengantin yang begitu megah. Aji tampak gugup dan malu untuk bersalaman dengan teh Nia. Dia tidak tahu sama sekali kalau hari ini adalah hari pernikahannya. Aji pun hanya berpakaian biasa tanpa batik, tanpa kemeja, sangat memalukan untuk bersalaman dan mengucapkan selamat kepada sang pengantin. Tetapi, kakak Aji mendorongnya agar dia cepat menemui teh Nia.
"Eh Aji, kirain lupa," sapa teh Nia ketika Aji bersalaman dengannya.
"Egak atuh teh, masa lupa." Aji berbohong agar teh Nia tidak kecewa dengan sepupunya itu.

Malam hari pun tiba, Aji sudah kembali berada di rumahnya. Dia termenung dengan apa yang terjadi hari ini, langit sudah cerah bahkan bintang-bintang berkilauan menghiasi gelapnya malam. "Bzzt,bzzt,bzzt." Kembali ponsel Aji bergetar, ternyata ada panggilan masuk dari Kurniawan, teman Aji yang sebenarnya rumahnya tidak terlalu jauh.
"Ji, kerumah gue yuk, biasalah malam cerah gini kita teropongin bintang."
"Cerah? sekarang lagi hujan Wan." Aji menjawab dengan nada lesu.
"Ah, sakit lu ya, secerah ini di bilang hujan."
"Mungkin keadaan di luar cerah, tapi it's raining all day di hati gue Wan, gua salah, gua salah udah cuek sama lingkungan sekitar.

4 komentar:

Amaal mengatakan...

waw, bikin penasaran nih haha

katakbara mengatakan...

belum tau ka ini nulis apa tujuannya, tapi curhatan aja, beneran kemarin sodara nikah ade ga tau T.T

L I N D A mengatakan...

buset cueknya gilaaaaak ampe sodara nikah gatau.hm bukan cuma salah aji tp juga salah keluarganya kenapa ga bilang aja "teteh kamu nikah"

katakbara mengatakan...

mah itu dia, di cerita semua keluarga nyangka si Aji udah tahu, jadi aja cerita begitu